Menguak Rahasia Mesir Kuno Membangun Piramida Agung Giza
OPINI | Minggu, 29 Januari 2012 | 19:39 WIB Dibaca: 8062 Komentar: 18 12 bermanfaat
By.
Masykur A. Baddal - Piramida Agung Giza adalah salah satu dari tujuh
keajaiban dunia kuno, yang hingga saat ini belum ada tandingannya.
Bangunan terbesar yang berbentuk segi tiga itu, mempunyai ketinggian
146m. Diyakini dibangun pada masa kekuasaan Firáun Khufu yaitu pada
tahun 2560 SM.
Kontraversi
sekitar proses pembangunan Piramida Agung Giza terus berkelanjutan
hingga akhir abad ke-19. Dimana, sebagian besar arkeolog dunia tetap
berpendapat, bahwa Piramida Agung Giza dibangun dengan konstruksi blok
batu granite berjumlah 2.300.000 biji batu yang di ambil dari wilayah Aswan. Setiap blok batu mempunyai bobot 2.5 ton. Proses pembangunannya memakan waktu selama 30 tahun, dengan melibatkan 100.000 orang pekerja.
Bahkan ada yang berspekulasi, bahwa bangunan piramida dibangun oleh UFO dengan mengaitkannya kepada potret piramida di Mars. Ada juga yang mengidentikkan piramida, berhubungan langsung dengan rasi gugus bintang Orion. Jika ditinjau dari letak katiga piramida Giza, maka Piramida Maya pun diyakini memiliki letak dan posisi yang sama, berdasarkan gugus rasi bintang Orion.
Namun, semua spekulasi sekitar proses dan teknis
pembangunan Piramida Agung Giza, pada tahun 1981 seakan terpecahkan.
Seorang peneliti berkebangsaan Perancis, Profesor Joseph Davidovits,
Direktur Institut Geopolimer Prancis. Secara mengejutkan mengajukan
sebuah teori bahwa Piramida Agung Giza dibangun dari unsur tanah liat
yang kemudian dibakar menjadi sekeras batu alam.
Profesor
Davidovits mengatakan, bahwa tanah liat dan bahan lainnya diambil dari
sepanjang Suangai Nil, lalu bahan-bahan ini disatukan dalam sebuah
cetakan kayu khusus, dan dapat digunakan berulang kali. Campuran semua
unsur tanah liat ini selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi, sehingga
menyebabkan komponen-komponen kimiawi dari bahan-bahan tersebut saling
berinteraksi dan membentuk sejenis batu, persis seperti batu gunung
berapi, yang terbentuk jutaan tahun lalu. Dengan teknis semacam ini,
menjadikan semua blok batu memiliki ukuran dan potongan yang sama.
Percobaan
yang dilakukan oleh Profesor Davidovits menggunakan Nanoteknologi
(cabang teknik yang berhubungan dengan hal-hal kecil dari 100 nanometer)
membuktikan adanya sejumlah besar unsur air dalam bebatuan. Jumlah
tersebut seharusnya tidak ada, seperti pada batu alam kebanyakan.
Tes mikroskop elektronik yang digunakan untuk menganalisis sampel dari batu piramida. Hasilnya, sesuai dengan pendapat Prof. Davidovits, dan kristal kuarsa jelas muncul sebagai hasil dari pemanasan lumpur. Analisis dengan skala Mini E menunjukkan adanya silikon dioksida juga. Sehingga hal ini membuktikan bahwa batu-batu tersebut tidak alami.
Selain itu, dalam bukunya “Ils ont bati les
pyramides” (cara membangun piramida) yang diterbitkan tahun 2002,
Profesor Davidovits telah menjelaskan semua teka-teki yang selama ini
menjadi perdebatan para arkeolog, sekitar cara Piramida Agung Giza
dibangun. Selain itu, ia juga mereka ulang mekanisme konstruksi
sederhana geometris dari lumpur. Beberapa penelitian menegaskan bahwa
tungku atau sejenis kompor telah digunakan pada zaman dahulu untuk
membuat keramik dan patung-patung. Secara umum, setelah tanah liat
dicampur dengan logam dan bahan alami lainnya, lalu dibakar dengan nyala
api, sampai patung itu mengeras menyerupai bentuk batuan nyata.
Pendapat
Davidovits juga dipertegas oleh Mario Collepardi, seorang Profesor dari
Italia yang mengkhususkan diri pada penelitian arsitektur piramida. Ia
meyakini bahwa Firaun menggunakan tepung kapur yang tersedia dalam
jumlah melimpah di daerah mereka, dicampur dengan tanah biasa. Kemudian
mereka menambahkan air dari sungai Nil dan menyalakan api hingga suhu
900 derajat Celcius. Proses pemanasan ini memberi kekuatan pada batu dan
menjadikannya mirip dengan batuan alami.
Adapun
proses penyusunan blok-blok tanah liat tersebut sebelum dipanaskan,
guna membentuk bangunan piramida. Yaitu dengan membangun lereng (ramp)
dari bahan kayu mengelilingi konstruksi piramida, sehingga memudahkan
para pekerja melakukan proses pengangkutan bahan baku tanah liat/lumpur
ke berbagai ruas bangunan piramida. Sehingga dengan cara ini, tidak
diperlukan lagi puluhan ribu pekerja untuk membangun sebuah piramida.
Selanjutnya pada bulan Desember 2006, sejumlah arkeolog besar dunia seperti, Michel Barsoum, Adrish Ganguly, dan Gilles Hug telah mempublikasikan pendapat mereka di theJournal of the American Ceramic Society, yaitumedukung hasil temuan Profesor Davidovits berkaitan proses pembangunan Piramida Agung Giza. Walaupun ada beberapa arkeolog Mesir lainnya yang belum dapat menerima teori tersebut.
Teknis
pembangunan piramida, juga menjadi rahasia Firáun Mesir. Dari jutaan
tastamen yang ada, tidak satupun yang menjelaskan sekitar teknis
pembangunan Piramida Agung Giza secara detail.
Sehingga
dengan temuan teranyar ini, akan membuka mata kita, bahwa teknologi
yang digunakan sebenarnya sangat simpel. Akibat kurangnya informasi
sekitar detail teknisnya, mendorong setiap arkeolog berspekulasi menurut
cara berpikir masing-masing.
Salam.
(referensi: wiki, sis.gov.eg, egypt.com.eg, waraqat.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar